Yang dianggap dalam mu’amalah adalah sesuai yang terjadi, bukan sesuai dugaannya.
Telah disebutkan bahwa dugaan kuat dapat digunakan dalam masalah ibadah >>(Kaidah Fikih 21)<< Adapun dalam mu’amalah yang dianggap adalah sesuai yang terjadi.
Apabila si A menjual barang milik B tanpa izinnya, tetapi rupanya B sudah mewakilkan penjualan tanpa sepengetahuan A, maka jual belinya sah. Walaupun haram bagi A menjual milik B tanpa izinnya.
Bila C membayarkan hutang B kepada A, maka dianggap lunas walaupun B tak mengetahuinya.
Bila A menjual milik B tanpa izinnya, ternyata B telah meninggal sebelum terjadinya akad. Dan ternyata A pewaris B maka akadnya sah..
dan sebagainya…